BAPAS

APA ITU BALAI PEMASYARAKATAN?

Oleh : Wahyu Saefudin
(Pembimbing Kemasyarakatan, Bapas Pontianak/Sekretaris Ikatan Pembimbing Kemasyarakatan Indonesia (IPKEMINDO) Kalbar)

  1. Pengertian

Balai Pemasyarakatan yang kemudian dikenal dengan nama Bapas adalah adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan (UU Nomor 12 Tahun 1995). Pengertian lain dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Pasal 1 ayat 24, yang dimaksud dengan Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.

 Pengertian yang sama juga terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor  65  Tahun  2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Dalam Pasal 1 ayat 18 disebutkan, yang dimaksud dengan Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.

Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan Pasal 1 Ayat 15 Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah lembaga atau tempat yang menjalankan fungsi Pembimbingan terhadap Klien. Pembimbingan di sini meliputi Penelitian Kemasyarakatan, Bimbingan, Pengawasan dan Pendampingan. Pembimbingan di sini adalah rumah besar untuk keempat fungsi lain.

  1. Tugas dan Fungsi

Tugas dan Fungsi Balai Pemasyarakatan sebagaimana terdapat pada pengertian di atas adalah melakukan Penelitian Kemasyarakatan, Bimbingan, Pengawasan, Pendampingan. Dalam melaksanakan Pembimbingan terhadap klien pemasyarakatan. Pembimbingan tersebut menurut Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:

a. ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. kesadaran berbangsa dan bernegara;

c. intelektual;

d. sikap dan perilaku;

e. kesehatan jasmani dan rohani;

f. kesadaran hukum;

g. reintegrasi sehat dengan masyarakat;

h. keterampilan kerja; dan

i. latihan kerja dan produksi.

  1. Sejarah

Sebelum munculnya Balai Pemasyarakatan (Bapas) di Indonesia, menurut Vivi, dkk. (2012) dikenal terlebih dahulu Jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa yang didirikan oleh pemerintahan Belanda dengan dikeluarkannya Gouverment Besluit tanggal 15 Agustus 1927, yang berpusat pada Departemen Van Justitie di Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan orang Belanda dan pribumi yang harus dibimbing secara khusus. Pada saat itu Kantor Besar Jawatan Kepenjaraan/Jawatan Reklasering  memberi subsidi kepada badan Reklasering Swasta dan pra-yuwana, dan tenaga sukarelawan perorangan (Volunteer Probation Officer). Petugas yang menjalankan tugas dan fungsi di Badan Reklasering yang dikelola oleh Negara disebut Ambtenaar der Reclassering (Pegawai Negeri Istimewa pada Badan Reklasering).

Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 27 April 1964 terjadi perubahan Sistem Kepenjaraan menjadi Sistem Pemasyarakatan. Sistem Pemasyarakatan yang digunakan oleh bangsa Indonesia, memiliki tujuan reintegrasi bagi pelanggar hukum (Narapidana dan Anak Didik) dengan masyarakat yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Agar terciptanya pembinaan klien pelanggar hukum maka dikeluarkan Surat Keputusan Presidium Kabinet Ampera No.75/U/Kep/II/66.

Dengan Surat Keputusan tersebut struktur organisasi berubah menjadi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan  yang memiliki dua Direktorat yang menangani  (1) Pembinaan narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan (2) Pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan yang mencakup pula pembinaan Anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Direktorat yang menangani Pembinaan narapidana di luar Lapas dan Pembinaan Anak di dalam Lapas kemudian disebut Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA). Istilah Bispa pertama kali dicetuskan oleh R. Waliman Hendrosusilo yang terdiri dari 2 (dua) istilah, yakni BIS dan PA. BIS adalah akronim dari Bimbingan Kemasyarakatan dan PA merupakan singkatan dari Pengentasan Anak. Tujuan pendirian badan ini adalah untuk pembinaan di luar penjara. Metode yang digunakan dalam bimbingan di luar penjara juga berbeda dengan metode pembinaan yang dilakukan di dalam penjara.

Pada tahun 1995 Setelah disahkannya UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan istilah Bispa berubah menjadi Bapas. Hal tersebut dikuatkan juga dalam Keputusan Menteri No. M.01.PR.07.03 Tahun 1997 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pemasyarakatan.

  1. Dasar Hukum

Adapun landasan hukum yang menjadi pedoman berdirinya Bapas adalah:

  1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995.
  2. Keputusan Menteri No. M.01.PR.07.03 Tahun 1997 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pemasyarakatan
  3. Layanan

Layanan yang diberikan oleh Bapas secara garis besar terdiri atas empat domain utama, yang meliputi:

  1. Penelitian Kemasyarakatan: Kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif dalam rangka penilaian untuk kepentingan Pelayanan Tahanan, Pembinaan Narapidana, dan Pembimbingan Klien (Permenkumham No. 35 Tahun 2018).
  2. Pembimbingan: Pemberian tuntutan untuk meningkatkan kualitas, ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Klien Pemasyarakatan. (PP Nomor 31 tahun 1999).
  3. Pendampingan: Perbuatan mendampingi atau mendampingkan. Dalam konteks pelayanan Bapas pendampingan dapat diartikan sebagai peran pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi klien dalam menghadapi permasalahan yang klien hadapi, klien yang dimaksud di sini termasuk di dalamnya adalah klien pemasyarakatan serta anak berkonflik dengan hukum (Dasar-dasar Pembimbingan: Modul PK tahun 2012).
  4. Pengawasan: Pengawasan adalah langkah atau kegiatan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya penyimpangan pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat termasuk di dalamnya kegiatan evaluasi dan pelaporan. (Pasal 1 angka 5 Permen Hukum dan HAM No. M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan asimilasi, PB, CMB dan CB).

Layanan yang diberikan oleh Bapas melalui Pembimbing Kemasyarakatan sesuai dengan Standar Pelayanan Pemasyarakatan Nomor PAS-14.OT.02.02 Tahun 2014 meliputi:

  1. Bimbingan Klien Dewasa
  2. Pemberian Izin ke Luar Kota
  3. Pelimpahan Bimbingan Klien Pemasyarakatan
  4. Izin ke Luar Negeri
  5. Pendampingan Anak yang Berkonflik dengan Hukum
  6. Konseling Anak
  7. Bimbingan kepada Klien Anak
  8. Pendidikan Khusus Anak
  9. Penelitian Kemasyarakatan Anak
  10. Penelitian Kemasyarakatan Dewasa
  11. Pencabutan Pembebasan Bersyarat


Referensi

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor: PAS-14.OT.02.02 Tahun 2014.

Vivi, dkk. (2012). Dasar-dasar Pembimbingan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *