Tahanan, Benda Sitaan dan Benda Rampasan

Tahanan

Jika berbicara mengenai tindakan kejahatan atau dalam Bahasa Hukum biasa disebut tindak pidana, tentunya tidak lepas dari subjek hukum yang diduga sebagai pelaku tindak pidana. Adapun setelah didapati titik terang dari adanya peneyelidikan dan penyidikan oleh pihak Kepolisian, didapati subjek hukum yang akan di proses secara hukum dengan status awal sebagai ‘tahanan’. Mengapa dikatakan tahanan? Apa semua perbuatan mereka ditahan atau bahakan tidak diperbolehkan sama sekali.

           Jika sudah mendengar kata ‘tahanan’ tentunya kita sudah merasuk kedalam ranah hukum terutama hukum pidana. Adapun semua definisi maupun penjelasan awal daripada tahanan tidak terlepas dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) dan aturan pelaksananya sebagai hukum umum yang berlaku (lex generalis).

           Defini dari Tahanan adalah seseorang yang berada dalam penahanan. Berdasarkan Pasal 1 angka 21 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP, penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum, atau hakim dengan penetapannya. Berdasarkan Pasal 19 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung ditempatkan di dalam Rumah Tahanan Negara atau yang biasa dikenal dengan sebutan ’Rutan’.

Dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Pasal 22 berbunyi bahwa ada 3 jenis penahanan yaitu :

  1. Penahanan Rumah Tahanan Negara (RUTAN), adalah tempat penahanan tersangka atau terdakwa yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan pengadilan.
  2. Penahanan Rumah, adalah penahanan yang dilakukan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa. Selama tersangka atau terdakwa berada dalam tahanan rumah, dia harus “diawasi” untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
  3. Penahanan Kota, adalah dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan.

Jika tahanan sudah memperoleh putusan dan mendapatkan kekuatan hokum tetap maka status dari tahanan tersebut berubah menjadi Terpidana atau biasa disebut ‘Narapidana’.

Benda Sitaan dan Benda Rampasan

Pembahasan mengenai ‘tahanan’ tidak terlepas dari benda-benda apa yang menjadi satu kesatuan dari dugaan tindak pidana. Demi kepentingan hukum benda-benda yang mungkin menjadi alat yang digunakan untuk tindak pidana ataupun barang yang di dapatkan dari tindak pidana perlu dilakukan penyitaan guna keperluan proses hukum mulai dari penyidikan sampai dengan memperoleh putusan hakim. Apabila sudah ada putusan hakim pada kasus tersebut dan terbukti bahwa benda tersebut menjadi satu kesatuan dengan tindak pidana tersebut maka benda tersebut sah untuk di rampas oleh Negara untuk dimusnahkan, digunakan sebagai alat bukti perkara lain ataupun dilelalang.

Berbicara tentang Benda Sitaan dan Benda Rampasan Negara yang masih dalam ranah Hukum Pidana juga memiliki dasar definisi dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) dan peraturan pelaksana lainnya.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, menjelaskan pengertian benda sitaan negara dan barang rampasan negara.

Benda Sitaan Negara (Basan) adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan. Benda ini bisa disita oleh penyidik atau penuntut umum guna keperluan barang bukti dalam proses peradilan.

Barang Rampasan Negara (Baran) adalah benda sitaan berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara.

Adapun Definisi dari Penyitaan telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP sebagai berikut:

‘’Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.’’

Oleh karena penyitaan termasuk dalam salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang dapat melanggar Hak Asasi Manusia, maka sesuai ketentuan Pasal 38 KUHAP, penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, namun dalam keadaan mendesak, penyitaan tersebut dapat dilakukan penyidik lebih dahulu dan kemudian setelah itu wajib segera dilaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh persetujuan.

Benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah :

  1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagai diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana;
  2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
  3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
  4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
  5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Hal yang utama yang harus dipahami bahwa Barang Sitaan hanya bersifat sementara untuk kepentingan proses hukum sedangkan. Barang Rampasan bersifat permanen jika benda tersebut terbukti secara sah merupakan satu kesatuan dari tindak pidana tersebut.

Sumber:

Merdeka.com

Rupbasanpkp.blogspot.com

Yuridis.id

Hukumonline.com

Kata-kata yang saya karang sendiri 😊Created By: Krisna Erdiansyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *